Tak Masalah Tidak Berbakat selagi Kita Sanggup 'Berkeringat'.
(Foto; https://www.google.com/search?q)
Orang-orang selalu menilai dan berkata bahwa si A memiliki bakat di
bidang tertentu, sementara si B memiliki bakat di bidang yang lainnya. Lalu pertanyaannya apa
sih bakat itu? Bakat bisa dikatakan sebagai suatu potensi yang melekat pada
diri seseorang, artinya bakat ini dibawa sejak lahir. Bakat selalu dikaitkan
dengan kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan dengan mudah dan
singkat tanpa perlu melaksanakan pelatihan yang memakan waktu lama, sesuai
dengan penjelasan yang saya ambil dari salah satu artikel bahwa bakat merupakan
kemampuan dasar seseorang untuk belajar dalam tempo yang relatif pendek tetapi dengan
hasil yang memuaskan atau maksimal.[1] Berkaitan
dengan bakat, misalnya sering kita temui orang-orang yang mengatakan ketika
individu atau temannya sangat sulit dan tidak mampu mengerjakan suatu pekerjaan
otomatis akan dicap sebagai seseorang yang tidak berbakat dalam pekerjaan
tersebut. Berbeda dengan individu yang dengan mudah dan cepat memahami serta
melakukannya, ia secara otomatis akan dikatakan berbakat dalam pekerjaan
tersebut. Artinya jika memang demikian, bakat merupakan suatu hal yang mempengaruhi
sebuah proses diri kita terhadap pekerjaan yang akan dilakukan.
Berbicara bakat,
jujur diri saya sendiri sangat sulit mengetahui dan mengklaim bakat apa yang saya
miliki. Terlebih saya hidup dalam lingkungan keluarga yang tidak terlalu
memperdulikan sebuah prestasi atau keahlian khusus yang biasa disebut oleh
orang-orang sebagai bakat. Orang tua bahkan tidak pernah berbicara masalah
bakat yang dimiliki oleh masing-masing anggota keluarganya, mereka juga tidak
pernah menyarankan agar saya memiliki hobi atau kegiatan tertentu. Ketika saya
di tanya apa bakat yang saya miliki, 100% dalam pikiran saya tidak ada kata
atau kalimat yang ingin diungkapkan berkaitan dengan bakat saya tersebut. Entah
itu disebabkan karena belum mengenali diri saya sendiri atau karena apa.
Terkadang merasa iri dengan orang lain, mereka sering berkata dan dengan
mudahnya mengklaim bahwa bakatnya ialah menulis, menyanyi, bermain musik atau
bermain basket dan lain sebagainya.
Saya lebih senang ketika ditanya apa minat mu. Meskipun minat dan
bakat ini saling terkait tetapi berdasarkan beberapa penjelasan diantara keduanya
terdapat suatu perbedaan, yang mana secara umumnya minat merupakan dorongan
atau keinginan dalam diri seseorang terhadap objek tertentu sehingga pada objek
itu seseorang akan giat melakukannya.[2] Dari
pertanyaan apa minatmu, saya akan menjawab bahwa minat saya salah satunya
adalah menulis. Ya menulis, meskipun bagi saya hal itu sangat tidak mudah,
karena mungkin kalau mengikuti pendapat umum tentang bakat bisa dikatakan saya tidak
memiliki bakat dalam hal kepenulisan. Tapi meskipun sulit dan dikatakan
tidak memiliki bakat, minat saya sangat tinggi dan selalu berupaya agar
bagaimana caranya terbiasa dengan dunia kepenulisan. Dengan menulis rasanya
saya memiliki rasa kebanggaan tersendiri -tidak hanya karena menulis adalah
bekerja untuk keabadian seperti yang diungkapkan oleh Pramoedya-, meskipun apa
yang saya tulis ngawur, tidak tentu arah dan sangat sedikit pembaca.
Akan tetapi persoalannya, saya selalu tidak percaya diri -atau dalam bahasa zaman sekarangnya insecure terhadap tulisan saya sendiri. Selalu merasa apa sih yang saya tulis, apakah layak untuk di tulis atau akan adakah pembaca dari apa yang saya tulis. Hal itulah yang selalu menyelimuti kegiatan kepenulisan saya, memang saya tidak terlalu berharap bahwa tulisan saya akan menghasilkan uang atau dikenang serta dipublish diberbagai media yang penting untuk saat ini rasa bangga tersendiri yang tadi disebutkan bisa terpenuhi. Berkiatan dengan dukungan orang tua, mungkin semua orang tua termasuk orang tua saya pasti akan mendukung apa yang diminati oleh anaknya selagi itu positif dan bermanfaat bagi diri kita kedepannya.
Terlepas dari persoalan semuanya, bagi saya tidak masalah ketika tidak memiliki bakat asalkan kita memiliki minat. Karena apa? Dengan minat meskipun tidak berbakat, segala sesuatu akan dapat kita wujudkan meskipun memakan waktu yang tidak pasti. Kalo boleh berkata, bakat itu omong kosong yang ada hanya ‘keringat’. Artinya, dengan perjuangan serta proses yang dilalui oleh diri kita maka hasilnya besar kemungkinan sama dengan orang yang dikatakan memiliki bakat. Jadi pada intinya minat dan kesanggupan dalam sebuah proses yang akan kita laluilah yang akan menentukan semuanya. Kalo dalam cerita Shopia, kita bisa menjadi siapa saja, kita bisa melakukan apa saja yang jelas semuanya hanyalah keputusan. Keputusan di sini ialah bagaimana kita mampu memastikan apa yang kita inginkan serta mampu untuk melakukan dan bertahan dalam proses suatu bidang yang diinginkan tersebut. Bakat hanya membantu kita beberapa persen. Ibaratnya perbedaan seseorang yang berbakat dengan yang tidak berbakat terletak pada prosesnya, yang berbakat hanya memerlukan beberapa langkah sedangkan yang tidak berbakat memerlukan berpuluh-puluh langkah untuk pada titik tertentu tetapi pada akhirnya bisa mencapai garis finis yang sama. Saya selalu memegang prinsip bahwa 'untuk menggapai sebuah progress kita hanya perlu bertahan dalam sebuah proses'.
Komentar
Posting Komentar