Dari Literasi untuk Garut Lebih Baik Lagi
(https://www.google.com/search?q)
Berbicara masalah literasi mungkin semua orang sudah paham mengenai
maksud dari kata tersebut. Meskipun literasi memiliki pengertian yang luas,
tapi jika kita tarik sederhananya literasi bisa dikatakan sebagai kemampuan
manusia yang erat kaitannya dengan kebiasaan membaca, memahami, menulis hingga
melakukan kreativitas. Literasi sendiri merupakan penunjang manusia dalam
menjalani kehidupannya. Misalnya saja tanpa adanya kemampuan dalam membaca
dapat dipastikan orang tersebut akan mengalami ketertinggalan informasi. Jika demikian,
tentu seseorang yang terbiasa dengan budaya membaca akan memiliki tingkat
pengetahuan dan wawasan yang begitu luas dibanding dengan orang lain. Artinya,
literasi ini sangat berperan dalam membentuk wawasan, pengetahuan serta
kepribadian seseorang. Tetapi literasi di sini tidak hanya kebiasaan membaca,
berikut juga memahaminya. Budaya literasi dapat membentuk manusia yang –setelah
memahami- ia dapat mengamalkan segala ilmu pengetahuan yang didapatnya untuk
meningkatkan kesejahteraan dalam hidupnya –berkreasi dan berinovasi. Sehingga
ada manfaat praktis dari kebiasaan-kebiasaan tersebut yang tentu berdampak pada
kehidupan sosial serta dapat dijadikan dasar dalam menciptakan sebuah keadaan
yang lebih baik lagi.
Apalagi dewasa
ini, perkembangan teknologi yang begitu pesat sehingga persoalan yang hangat
untuk diperbincangkan yaitu berkaitan dengan literasi digital. Literasi digital
pada saat ini jadi salah satu syarat kunci dalam membentuk kehidupan yang lebih
baik dan lebih layak lagi. Kita tentu sudah tahu bahwa perkembangan teknologi
menyajikan berbagai macam dampak, baik itu positif maupun negatif. Dengan
adanya literasi digital, permasalahan tersebut bisa diminimalisir. Salah satu
contoh misalnya, teknologi/media cenderung menjauhkan seseorang dengan buku
(membaca), tapi di sisi lain dengan teknologi seseorang akan mudah untuk
mencari referensi bacaan. Inti permasalahannya terletak pada diri kita sendiri,
melalui literasi digital kita dituntut agar bagaimana caranya bisa menggunakan
teknologi untuk hal-hal yang sifatnya mampu meningkatkan kualitas dirinya
sendiri, bukan malah terjebak dalam sisi negatif teknologi.
Dari sedikitnya
paparan tersebut, peningkatan kualitas sumber daya manusialah yang menjadi
tujuannya. Karena sebaik apapun sumber daya alam yang tersedia jika tidak
diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkualitas, hal tersebut tidak akan
berdampak signifikan dalam sebuah kehidupan. Dengan budaya literasi, setidaknya
kualitas sumber daya manusia diharapkan mampu meningkat. Bahkan konon, sebuah
peradaban maju ditandai dengan budaya literasi yang tinggi dalam masyarakatnya.
Lantas bagaimana dengan kondisi indonesia?
Sebelum berbicara
masalah literasi di indonesia yang cakupannya terlalu luas, kita bisa
melihatnya melalui berbagai daerah yang ada di indonesia itu sendiri. Sebut
saja Kabupaten Garut yang katanya merupakan salah satu dari beberapa kabupaten
tertinggal di Jawa Barat. Ungkapan tersebut dapat dibenarkan adanya, bisa kita
lihat dari detik.com yang menginformasikan bahwa Bapak Bupati Garut melalui pidatonya
dalam acara peringatan hari jadi Garut ke 207 akan melakukan strategi agar
Kabupaten Garut dapat terlepas dari predikat daerah tertinggal, salah satunya
dengan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Jika memang demikian,
dapatkah kondisi tersebut dikorelasikan dengan rendahnya budaya literasi? dan
sudah cukupkah membuat kita merasa miris sebagai masyarakat Garut?
Atas dasar
tersebut, mungkin banyak berbagai pihak yang merasa miris dan prihatin dengan
kondisi demikian. Sehingga mereka malakukan upaya untuk mendongkrak kualitas
sumber daya manusia, salah satunya melalui budaya literasi –menyatukan
masyarakat dengan aksara. Seperti salah satunya di Kecamatan Malangbong
Kabupaten Garut itu sendiri, ada beberapa –entah itu komunitas atau organisasi-
yang selalu bergerak dalam dunia literasi. Misalnya Taman Baca Hegar
Manah, Taman Baca Malangbong, kemudian Teras Baca di Kp. Ciharashas, yang dengan
segala keterbatasan pengelolaannya mereka selalu berusaha agar anak-anak
memiliki minat yang tinggi terhadap budaya membaca. Karena mereka sadar bahwa peningkatan
budaya membaca merupakan satu langkah konkrit agar anak-anak mampu untuk
membuka jendela dunia. Saya sepakat dengan Quotes dari BerdikariBook, yang
kurang lebihnya seperti ini ‘dihadapan buku kita semua sama, ia adalah
cahaya’. Artinya, buku memang merupakan sebuah cahaya bagi diri kita yang semenjak
diturunkan ke muka bumi dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan sedikitpun
(gelap). Tetapi dengan buku serta kebiasaan membaca –meminjam istilah berdikari
lagi; baik itu fenomena maupun wacana- akan memberikan sebuah penerangan yang mampu
menuntun kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari (tercerahkan).
Dari banyaknya
organisasi atau komunitas yang bergerak dalam bidang literasi, saya sendiri
secara otomatis tidak mau meninggikan atau bahkan merendahkan tingkat literasi
di Kabupaten Garut. Terlebih dahulu kita bisa lihat sejauh mana efek yang
muncul setelah maraknya masyarakat yang bergerak di bidang tersebut. Kalau
dilihat secara gerakan, seharusnya literasi di Kabupaten Garut sendiri tinggi
dan meningkat lebih baik. Apalagi jika saya melihat Taman Baca Hegar Manah yang
beberapa kali telah menelurkan karya dari anak-anak didiknya. Terlepas dari
persoalan tinggi atau rendahnya, saya sendiri berharap dunia literasi tetap
digalakkan dalam masyarakat, baik melalui dunia maya maupun dunia nyata
(offline) sehingga nantinya literasi ini bisa menjadi bagian dari masyarakat
Garut. Dengan mendekatkan masyarakat kepada dunia literasi, setidaknya bisa
merobah pola pikir masyarakat agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi,
kemudian dapat memotivasi dirinya untuk tetap belajar (SDM baik), juga dengan
literasi masyarakat akan memahami potensi diri dan lingkungannya serta mau
mengembangkannya (produktivitas). Sehingga dengan berkembangnya dunia literasi
di masyarakat, secara makro tentu memberikan kontribusi positif bagi Kabupaten Garut
itu sendiri untuk lebih baik lagi dan bisa terlepas dari predikat daerah
tertinggal.
Berkaitan dengan
media Penulis Garut meskipun saya sendiri belum lama mengetahui dan
mengenalnya, saran saya bagaimana caranya bergerak di bidang literasi tidak
hanya secara terpusat –katakanlah lingkup garut kota saja misalnya-, tetapi
harus lebih melebar lagi ke daerah-daerah pinggir yang ada di Kabupaten Garut.
Penulis Garut bisa melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan, organisasi
atau komunitas akar rumput yang ada di daerah tertentu, guna menunjang
Kabupaten Garut melek aksara. Melek aksara kaitannya dengan minat baca,
sementara minat atau budaya baca merupakan salah satu indikator dalam dunia literasi.
Meskipun mungkin akan sedikit mendapati kesulitan, terlebih dalam membentuk
kesadaran pentingnya membaca. Saya berpendapat meskipun adanya kolecer
(perpustakaan mini yang katanya dari Pemprov Jabar) dengan tujuan mempermudah
akses buku untuk masyarakat, akan tidak berjalan efektif jika tidak diimbangi
dengan pembentukan kesadaran. Tetapi terlepas dari persoalan tersebut, dengan
agenda yang baik dan terencana tidak menutup kemungkinan bisa membentuk
kebiasaan masyarakat sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Kemudian di era
digital seperti sekarang ini, semuanya bisa dilakukan secara bersama-sama
dengan berbagai media yang ada di Kabupaten Garut itu sendiri. Misalnya saja
Garut Update, Garut Turunan Kidul, Potret Malangbong dan lain sebagainya, meskipun
saya sendiri tidak terlalu update terhadap media-media tersebut setidaknya Penulis
Garut bisa melakukan kerja sama yang intens agar informasi dan berbagai macam
tujuan bisa tersampaikan kepada masyarakat secara menyeluruh. Karena hari ini
masyarakat tidak bisa terlepas dari namanya media –khususnya media sosial, maka
tetaplah menjadi media yang terus menerus mempropagandakan pentingnya budaya literasi,
sebagaimana iklan yang secara berulang memamerkan barang belanjaan sehingga
bisa membrainwash masyarakat untuk berbelanja.
“Perlawanan paling dasar adalah memerangi kebodohan dan pembodohan,
Lawan dengan membaca; baik fenomena maupun wacana”
- Berdikari Book
#NgabubuwriteWithPenulisGarut
Komentar
Posting Komentar