Pandemi Memberi Penyegaran Kembali Tentang Arti dan Peran Pentingnya Sebuah Keluarga

 

(https://www.google.com/search?q)


            Bermula pada tahun 2020 hingga sekarang memasuki tahun 2021 persoalan pandemi belum juga berhenti, artinya jika kita hitung lamanya sudah hampir satu tahun lebih persoalan tersebut menjadi kekhawatiran dalam masyarakat indonesia. Entah sampai kapan persoalan ini akan berakhir, mengingat belum adanya kabar yang memberitakan bahwa keadaan di indonesia sudah aman dan membaik. Bisa kita lihat data dari Kementrian Kesehatan RI tentang perkembangan kasus Covid 19. Data dari kemenkes tertanggal 7 Mei 2021 menunjukan jumlah keseluruhan kasus terkonfirmasi covid 19 sebanyak 1.703.632, dengan 1.558.423 sembuh dan 46.663 orang meninggal.[1] Dari hasil olahan data tersebut memang bukan jumlah yang sedikit, dan tentu hal ini semakin mengkhawatirkan masyarakat akan adanya kasus baru yang lebih besar.

            Semenjak adanya kasus penyebaran covid 19 di indonesia, banyak sekali aspek kehidupan yang merasakan dampaknya secara langsung, misalnya saja dalam perekonomian dan pendidikan. Dari segi perekonomian, banyak masyarakat yang mengeluhkan angka pendapatannya yang menurun akibat pandemi covid 19 ini. Di lingkungan tempat tinggal penulis saja yang notabenenya bergerak di sektor jasa angkutan, mereka mengeluhkan tingkat pendapatan yang menurun secara drastis. Sebelum adanya pandemi covid 19 mereka sering mengantar jemput anak sekolah, tetapi kini menjadi tidak bisa lagi dilakukan karena kebijakan pemerintah yang menutup sementara lembaga pendidikan/sekolah. Tentu mereka yang bergerak dalam sektor jasa angkutan ini sangat merasakan betul dampak ekonomi dari adanya pandemi covid 19 ini. Belum lagi mata pencaharian masyarakat yang lain, banyak sekali yang merasa kehilangan sebagian pendapatannya. Sehingga bisa dikatakan dengan adanya pandemi ini sebagian masyarakat jatuh pada garis kemiskinan yang disebabkan oleh penurunan tingkat pendapatan secara drastis. Sebagaimana yang telah International Monetary Fund (IMF) prediksikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020 akan turun hingga -3%, dan resesi ini akan mendorong munculnya orang miskin baru.[2] Pemerintah telah berupaya untuk meminimalisir dampak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat, salah satunya dengan memberikan bantuan sosial berupa sembako sampai uang tunai kepada masyarakat yang benar-benar terdampak secara ekonomi.

            Kemudian di samping masalah perekonomian, hal yang juga terasa yaitu dalam bidang pendidikan. Pendidikan hari ini sedang mengalami perubahan, yang dahulu biasa dilakukan di sekolah sekarang terpaksa harus diberhentikan sementara akibat adanya kebijakan physical distance untuk memutus mata rantai penyebaran covid. Akibatnya kegiatan pembelajaran dilakukan secara online melalui berbagai media elektronik, yang saya kira masih perlu digali tingkat efektivitasnya. Mungkin bagi sebagian masyarakat khususnya kelas menengah ke atas, pembelajaran online tidak terlalu menjadi masalah berarti karena fasitilasnya dapat dipastikan cukup menunjang. Akan tetapi mungkin berbeda bagi kalangan masyarakat bawah dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana yang di milikinya. Mereka, para orang tua dari kalangan bawah cukup terbebani, sehingga mengalami kesulitan untuk mempertahankan pendidikan sang anak dan hal ini besar kemungkinan meningkatkan angka putus sekolah. Hal tersebut benar adanya, sebagaimana yang diungkapkan Komisioner KPAI Retno Listyarti, berdasarkan hasil pemantauannya jumlah anak putus sekolah cukup tinggi selama pandemi covid 19, ada yang karena menikah, bekerja, kecanduan game bahkan karena menunggak iuran SPP.[3]

            Berbicara masalah pendidikan, banyak sekali masyarakat yang mengeluhkan pendidikan anaknya. Tidak jarang mereka mengeluh karena anak yang seharusnya sekolah malah dirumahkan, yang kadang kegiatannya jauh dari kegiatan belajar. Banyak sekali masyarakat yang menyesalkan bahwa anaknya akhir-akhir ini hanya disibukkan dengan bermain game, tidur-tiduran dan bermain bersama temannya. Jika kita melihat sisi lain dari keluhan masyarakat mengenai pendidikan anaknya, justru hal ini menandakan bahwa keluarga memang tidak siap untuk menjadi lembaga pendidikan pertama dan utama untuk anak. Ini perlu menjadi perhatian bagi berbagai elemen masyarakat, karena kebanyakan dari mereka hanya memasrahkan pendidikan anaknya di sekolah-sekolah tertentu yang seharusnya ini tidak terjadi, karena kelurga dan sekolah harus terintegrasi atau dengan kata lain mampu menjadi partner sehingga menghasilkan kerja sama yang kuat dalam upaya memberikan sebuah pendidikan.

            Dengan adanya pandemi ini, keluarga sedang mengalami ujian khususnya ujian sebagai lembaga pendidikan pertama. Di sinilah peran aktif keluarga dalam mengatasi keberlangsungan pendidikan sang anak. Bagaimana keluarga memberikan energi positif kepada anak, memberikan dorongan untuk tetap semangat melakukan kegiatan belajar meskipun dengan segala keterbatasan yang dimilikinya. Ketika tidak memiliki akses atau fasilitas yang memadai untuk kegiatan belajar online, minimalnya orang tua memiliki satu kekuatan untuk mendorong anaknya agar tetap semangat dalam belajar, misalnya dengan memberikan motivasi. Hal tersebut merupakan salah satu tugas keluarga untuk mampu memberi dorongan tiada henti kepada anak agar senantiasa memiliki semangat belajar (self learning) meskipun dalam keadaan seperti ini. Orang tua bisa mendorong anak untuk membaca buku, mengajaknya berdiskusi/ngobrol ketika memiliki waktu senggang maupun dalam bentuk lainnya. Karena pada dasarnya keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama bagi anak, keluarga merupakan tempat pemupukkan kepribadian seorang anak.  

            Pada akhirnya, saya memiliki pandangan bahwa pandemi ini setidaknya telah memberi penyegaran kembali kepada kita tentang arti dan peran pentingnya sebuah keluarga –terutama dalam hal pendidikan- yang mungkin telah lama kita lupakan. Keluarga memang memiliki peran dan fungsi yang sangat beragam. Keluarga dengan segala kewajiban yang melekat padanya harus menjadi perhatian kita semua, khususnya yang sudah memiliki rencana untuk berkeluarga. Jangan sampai kita berkeluarga hanya karena gengsi serta pengaruh dari luar, sehingga tidak mampu mempertimbangkan segala hal yang sudah melekat dalam kata ‘Keluarga’ tersebut. Intinya, menikah dan memiliki keluarga bukan hanya persoalan seks, akan tetapi berbagai aspek.




.

[1] Dari laman facebook Kementrian Kesehatan RI yang diakses pada tanggal 7 Mei 2021.

[2] Smeru.or.id di akses pada tanggal 7 Mei 2021

[3] Amp-kompas-comcdn.amproject.org di akses pada tanggal 7 Mei 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan Sampai Kesaktian Menjadi Kesakitan

Kampung Pulo; Enam Rumah dalam Satu Pulau

Islam dan Perilaku Sosial