Bersinergi Wujudkan Generasi Muda Berkarakter Pancasila
Garuda bukan burung perkutut …
Sang saka bukan sandang pembalut …
Dan coba kau dengarkan!
Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut …
Yang hanya berisikan harapan …
Yang hanya berisikan khayalan.
-
Sepenggal
lirik lagu Iwan Fals yang berjudul; “Bangunlah Putra Putri Pertiwi”.
Seperti yang sudah
kita ketahui bersama, Indonesia merupakan salah satu Negara paling plural di
dunia. Bahkan penulis memiliki pandangan bahwa indonesia merupakan cerminan
sebuah dunia, artinya segala keberagaman di dunia dimiliki oleh Negara
indonesia itu sendiri. Bhineka Tunggal Ika menjadi simbol atas beragamnya
masyarakat indonesia. Perbedaan ras, budaya, suku bangsa bahkan agama sudah
menjadi hidangan sehari-hari dalam masyarakat indonesia. Berbagai macam
perbedaan tersebut jika tidak dikelola dengan baik tentu bisa berakibat pada
munculnya sebuah permasalahan. Ancaman intoleransi yang berujung pada
perpecahan antar kelompok masyarakat menjadi persoalan yang harus disoroti
secara serius. Sebagai upaya untuk mengantisipasi serta menghindari berbagai
kemungkinan perpecahan tersebut, para leluhur dan pendiri bangsa melahirkan
sebuah rumusan dasar yang kita kenal dengan nama “Pancasila”. Tentu rumusan
tersebut dijadikan pijakan guna menjaga berlangsungnya kehidupan bersama. Sebagaimana
Soekarno pernah berkata, ‘Pancasila dilahirkan semata-mata agar kalian tidak
berkelahi, wahai anakku!.’
Secara arti kata
Pancasila terdiri dari dua suku kata, yaitu Panca dan Sila. Panca
memiliki arti lima, sedangkan sila memiliki arti asas atau dasar. Dapat
disimpulkan, Pancasila merupakan lima dasar yang harus kita jadikan sebagai
acuan dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari. Pancasila merupakan
sebuah dasar pemersatu bangsa, sebuah pandangan hidup dan bahkan dikatakan
sebagai “way of life” masyarakat indonesia dalam berbangsa dan
bernegara. Kalau meminjam istilah Durkheim, Pancasila ini bisa dikatakan sebuah
fakta sosial yang mengikat setiap individu di dalamnya. Artinya, dalam
menjalani kehidupan sehari-hari kita dituntut untuk mengamalkan atau
mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dengan kata lain,
semua perilaku kita –berpikir, bertindak, berperasaan- harus sesuai dengan lima
poin yang terkandung dalam Pancasila tersebut. Jika memang demikian, sejauh
mana kita mengamalkan sila-sila yang tercantum dalam Pancasila? Setiap orang
pasti punya pengalaman tersendiri berkaitan dengan pengamalan nilai-nilai dari
pada Pancasila tersebut. Lalu, apa urgensi memperlajari dan memahami Pancasila
ini? Meskipun Pancasila dianggap sudah final, dalam artian sesuai dengan
sosio-kultur masyarakat indonesia bukan berarti kita harus selesai dalam upaya
mempelajari serta memahaminya, apalagi ketika berbicara masalah zaman yang
terus mengalami perubahan.
Perlu kita sadari
bersama, pesatnya perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi
telah mengakibatkan sebuah transformasi sosial. Kehadirannya mampu mengubah
wajah dunia yang relatif baru, sebut saja Globalisasi. Pada era globalisasi,
ruang sosial masyarakat tidak lagi mengenal batas antar Negara. Artinya,
masyarakat bisa dan mudah untuk melakukan interaksi ataupun berbagi informasi, kapanpun
dan di manapun. Di satu sisi hal tersebut merupakan sebuah kemajuan, tetapi di
sisi lain jika kita tidak memiliki sikap kritis, kita akan mudah terkontaminasi
oleh berbagai macam kebudayaan yang tidak relevan dengan kondisi bangsa
indonesia. Ketika intensifikasi hubungan lintas Negara meningkat, lalu
masyarakat mulai beranggapan bahwa kebudayaan dan nilai luhur bangsa indonesia
tidak modern serta tidak mencerminkan sebuah kemajuan, maka tidak lain mereka
akan mulai mengikuti trend-trend kebudayaan yang ada di Negara luar, baik itu
timur maupun barat. Sehingga apa yang menjadi identitas dan jati diri bangsa
indonesia secara perlahan akan dilupakan, dan tentu lambat laun akan hilang
bersama dengan ‘kemajuan’. Sebagaimana dalam kajian ilmu sosial, salah satu
dampak dari globalisasi ini adalah lunturnya identitas serta jati diri suatu
bangsa. Kemudian di samping itu, pesatnya perkembangan teknologi informasi
bukan hanya memberi kita sebuah manfaat positif, juga sekaligus telah
menyajikan sebuah ancaman bagi bangsa indonesia. Seperti yang sudah kita
ketahui, munculnya berita hoax akibat kemudahan dalam memberikan
informasi tidak jarang memicu lahirnya konflik dalam sebuah masyarakat. Beberapa
persoalan tersebut harus sama-sama kita hindari, guna menjaga keberlangsungan
hidup besama. Pembumian Pancasila dalam hal ini merupakan solusi tunggal agar
bangsa indonesia terlepas dari berbagai persoalan yang ada -dan kemungkinan
akan dihadapi, tentu jika semua elemen masyarakat mampu memahami serta mengaplikasikannya.
Persoalan ini lah yang menjadi alasan bahwa mempelajari dan memahami Pancasila
dewasa ini memiliki urgensi yang tinggi.
Penulis meyakini
bahwa segala bentuk permasalahan dewasa ini seperti; menjamurnya kasus
intoleransi, berita hoax, degradasi moral, ketidakadilan, penindasan,
maupun berbagai macam kejahatan lainnya –terlebih kasus korupsi yang tidak
jarang dilakukan oleh elit poitik- merupakan suatu bentuk pengkhianatan
terhadap Pancasila sebagai identitas dan jati diri bangsa indonesia. Tidak
membuminya nilai-nilai pancasila dikalangan masyarakat –dari kelas atas sampai
kelas bawah- bisa dikatakan sebagai salah satu faktor kenapa berbagai
permasalahan tersebut dapat terjadi. Faktor ini dapat memunculkan suatu sikap
atau perilaku masyarakat yang katakanlah jauh dari pemahaman serta pengamalan
nilai-nilai Pancasila dalam berbangsa dan bernegara. Dalam kasus lain, sebut
saja misalnya paham liberalisme, individualisme sebagai trend yang sudah
mulai tidak asing lagi di indonesia, dan tentu paham tersebut
sangat bertentangan dengan Pancasila yang lebih mengedepankan semangat gotong
royong serta kemufakatan bersama. Sebagaimana hal ini pernah disampaikan oleh
Staffsus Presiden dalam acara “Obrol Orang Muda: Kebangsaan di Masa Millenial”
pada 2018 silam, menurutnya tren individualisme ini menghambat proses
menuju mufakat karena masing-masing orang memikirkan diri sendiri.[1]
Oleh sebab itu,
Pancasila sebagai identitas dan jati diri bangsa boleh dikatakan sedang berada
dalam sebuah ancaman, dan mempelajari serta memahaminya harus selalu digiatkan
kembali agar kita sebagai warga Negara bisa tetap mempertahankan berikut
mengaplikasikannya. Sudah menjadi sebuah kewajiban bagi kita semua melakukan
pembumian/penanaman kembali nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
khususnya kepada diri sendiri, kepada setiap individu yang akan menjadi
estafeta penerus bangsa, serta kepada seluruh elemen masyarakat agar mampu
menghasilkan sebuah produk sosial yang sesuai dengan cita-cita kita bersama. Pembumian
Pancasila harus benar-benar dan secara serius dilakukan, dari mulai kelas atas
sampai kelas bawah, dari masyarakat kota sampai masyarakat desa. Meskipun jika
penulis amati, pengaplikasian Pancasila dalam masyarakat desa masih cenderung
baik. Terbukti dengan perilaku-perilaku masyarakat desa yang masih kental
dengan nilai-nilai religius, rasa kemanusiaan yang tinggi maupun nilai
kebersamaannya (gotong royong).
Melalui penanaman
serta pembumian kembali Pancasila merupakan salah satu langkah konkret dalam
upaya menyadarkan kembali akan identitas dan jati diri bangsa indonesia. Banyak
sekali pihak yang dapat dijadikan tumpuan utama dalam mentransfer atau
mensosialisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Lembaga formal
dalam hal ini sekolah, merupakan salah satu elemen yang cukup strategis dalam
upaya penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Di samping
membentuk semangat intelektualitas di tengah gempuran bujuk-rayu (seduction)
pasar yang cenderung mendorong mereka ke dalam perilaku hedonis dan konsumtif
– (alih-alih harus memiliki semangat belajar, mencipta sebuah karya atau
prestasi, malah terjerumus bagaimana caranya memaksimalkan sebuah penampilan
atau gaya hidup (life style ))-, lembaga sekolah juga harus mampu mendidik
para pelajar agar mampu memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.
Dalam pelaksanaannya, lembaga sekolah bisa melalui dua pendekatan, yaitu secara individual dan secara komunal/sistem. Secara sistem, artinya terdapat jalinan dari berbagai bagian yang berusaha membentuk pemahaman dan pengaplikasian Pancasila oleh para pelajar/generasi muda.
1. Secara Individual, para pelajar di bina dan diarahkan agar bisa memahami berikut mengaplikasikan pancasila dalam menjalani kehidupan, baik di sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat.
2. Secara Komunal/sistem, bagaimana sekolah dengan berbagai pihak di dalamnya mampu menciptakan lingkungan sekolah yang mencerminkan sila-sila dari Pancasila. Dalam praktiknya, sekolah bisa mengadakan berbagai kegiatan yang syarat dengan nilai-nilai Pancasila, baik itu bentuknya perlombaan maupun bukan perlombaan. Misalnya, sekolah secara intens mengadakan seminar tentang kepancasilaan, kemudian perlombaan (baik menulis atau membuat video dokumenter) tentang pancasila yang mewajibkan para pelajar/siswa ikut terlibat di dalamnya. Berbagai kegiatan atau aktivitas yang erat kaitannya dengan Pancasila, dalam bahasa lain hal ini dimaksudkan sebagai wujud Pengendalian Sosial dalam lingkup sekolah.
Kedua upaya tersebut, di samping memberi kesan tersendiri kepada
para siswa, juga mampu mengkonstruk pemahaman dan pembiasaan perilaku yang
berkaitan dengan pancasila. Karena dalam upaya pembumian ini, tidak hanya cukup
dengan membacanya di setiap pelaksanaan upacara bendera, tetapi perlu sebuah
tindakan yang lebih lagi agar kita tahu seberapa jauh pemahaman mereka mengenai
Pancasila. Sehingga nanti, mereka diharapkan mampu mentransfer pemahaman
tentang Pancasila (transfer of knowledge), dan juga menjadi role
model dalam sebuah masyarakat.
Di samping lembaga sekolah, keluarga
juga tidak kalah penting dalam upaya pembumian nilai-nilai Pancasila. Meskipun
lingkupnya mikro/kecil tetapi memiliki peran yang begitu besar. Penulis
meyakini dengan adanya kerja sama yang baik antara keluarga dan lembaga sekolah
akan mampu mewujudkan apa yang telah menjadi cita-cita bersama. Sebagaimana
ungkapan Dr. Baby Siti Salamah, M. Psi selaku Deputi Bidang Pendidikan &
Pelatihan BPIP, dalam acara “Titik Pandang: Membangun Karakter Bangsa dengan
Asas Pancasila”, beliau mengungkapkan bahwa selain di dalam masyarakat dan
secara formal dalam sekolah, para orang tua diharapkan lebih sering lagi
menggelorakan semangat nilai-nilai Pancasila kepada anak-anaknya.[2]
Terdapat beberapa cara untuk mengenalkan Pancasila serta mendidik anggota keluarga agar bertindak dan berperilaku sesuai dengan amanat yang terkandung di dalamnya, yaitu;
1. Mengajarkan anak untuk tetap beribadat sesuai dengan keyakinannya –memegang teguh ajaran yang diyakini, serta menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan Nya- (di manapun dan kapanpun).
2. Mendidik anak untuk peka terhadap keadaan dan melibatkannya dalam upaya mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi, sehingga dari hal ini bisa melatihnya untuk bekerja sama dan memiliki kepedulian.
3. Mengajarkan anak untuk meminimalisir pertentangan atas perbedaan yang ada dalam sebuah keluarga.
4. Mengajarkan apa itu hak dan kewajiban serta bagaimana saling mengasihi antar sesama anggota.
5. Mengajarkan dan mendidik keluarga untuk saling mendengar (bermusyawarah, berdiskusi kecil) mengenai berbagai masalah yang terdapat di dalamnya.
6. Bagaimana orang tua mendidik anak untuk selalu berperilaku baik serta berusaha untuk menghindari tindakan yang dapat membuat anggota yang lain merasa sakit.
Setidaknya beberapa hal itulah yang
dapat dijadikan sebagai upaya dalam sebuah keluarga untuk mendidik anak/individu
berkarakter Pancasila. Sekali lagi, meskipun keluarga merupakan ranah yang
mikro/kecil, tetapi tidak menutup kemungkinan hasil darinya mampu mengubah
skala makro. Karena, kualitas masyarakat bergantung pada kualitas organisasi
paling inti yang disebut dengan keluarga.
Pada akhirnya, dalam upaya pembumian
Pancasila ini perlu keterlibatan yang serius dari berbagai pihak. Selain secara
formal dalam sekolah, keluarga harus berperan juga dalam memupuk nilai-nilai
Pancasila, dan bagaimana kedua pihak ini terintegrasi atau memiliki kesatuan
peran yang utuh dalam mewujudkan generasi muda berkarakter Pancasila. Sehingga harapan
nantinya, Pancasila sudah berada dalam genggaman generasi muda dan dengan
semangat idealisme yang tinggi mereka sebagai penerus bangsa mampu menciptakan
sebuah keadaan yang lebih baik serta sesuai dengan cita-cita bersama, baik itu
di masa sekarang maupun masa depan.
“Pancasila sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan!”
Komentar
Posting Komentar