Islam dan Perilaku Sosial
Di
samping sebagai makhluk sosial, manusia juga dikatakan sebagai makhluk individual.
Mengapa demikian? Sebab, manusia yang satu dengan manusia yang lain memiliki
berbagai macam perbedaan serta keunikannya masing-masing. Dari mulai ciri
fisik, cara pandang, kehendak, tujuan, cita-cita, hobi, dan tentu masih banyak
lagi perbedaan yang lainnya. Hal itulah yang menjadi dasar mengapa manusia
dikatakan sebagai makhluk individual. Perbedaan tersebut selain menciptakan
keberagaman, juga mengakibatkan manusia untuk saling bergantung satu sama lain
sehingga terciptanya suatu hubungan sosial (social interaction).
Meskipun
manusia terlahir sebagai makhluk individu, tentu mereka tetap tidak bisa
bersikap individualis. Sebuah sikap yang hanya mementingkan diri sendiri di
atas kepentingan umum (kemaslahatan bersama). Seorang individualis, tidak akan
memiliki kepekaan serta kepedulian terhadap keadaan atau lingkungan yang ada di
sekelilingnya.
Dalam
konteks kenegaraan, sikap individualis ini sangat bertentangan dengan ideologi
atau falsafah bangsa indonesia, yaitu pancasila. Mengapa? Sebab, pancasila
merupakan ideologi yang menghendaki masyarakatnya untuk bahu membahu saling
membantu dalam mencapai tujuan bersama. Bung Karno memandang bahwa, pancasila
memiliki satu nilai dasar yang paling penting, yaitu gotong royong. Menurutnya,
ketika pancasila diremas maka akan menghasilkan apa yang namanya trisila, dengan
nilai yang terkandung di dalamnya ialah sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi,
dan ketuhanan. Kemudian ketika trisila itu diremas kembali, maka akan
menghasilkan apa yang namanya ekasila, yang di dalamnya terkandung nilai
dasar yaitu gotong royong.
Gotong
royong merupakan pola kehidupan di mana masyarakat atau warganya saling bahu
membahu, bantu membantu untuk menciptakan sebuah keadaan yang sejahtera, aman
dan nyaman sesuai dengan cita-cita bersama. Gotong royong menekankan pada rasa
persaudaraan dan solidaritas lintas individu dalam masyarakat. Tentu sikap
individualis tadi sangat bertolak belakang apabila kita mengamini apa yang
diungkapkan oleh Bung Karno mengenai pancasilanya.
Selain
itu, islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat indonesia tentu
tidak menganjurkan umatnya untuk memiliki sikap individualis. Sebagaimana dalam
salah satu hadist, Rasulullah saw menjelaskan bahwa;
“Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan
iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian
dalam hadist lain Rasulullah saw menjelaskan perumpamaan persaudaraan orang
mukmin, yaitu;
“Orang mukmin yang satu dengan yang lain seperti sebuah
bangunan, sebagian menguatkan sebagiannya yang lain.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari
kedua hadist tersebut, kita dapat memahami anjuran yang telah ditetapkan dalam
ajaran agama islam. Kita dianjurkan untuk mencintai saudara kita sebagaimana
mencintai diri sendiri. Apabila tidak, maka kita termasuk golongan orang-orang
yang tidak sempurna keimanannya. Perwujudan cinta tersebut tidak lain adalah
bagaimana kita memiliki kepekaan serta kepedulian terhadap sesama. Bahkan
berdasarkan kisah, pada zaman Rasulullah ada seorang perempuan yang dipastikan
masuk neraka meskipun rajin beribadah. Setelah diketahui, ternyata perempuan
tersebut tidak memiliki hubungan yang baik dengan tetangganya.
Dari
kepekaan dan kepedulian ini, maka akan tercipta suatu ukhuwah atau persaudaraan
di antara sesama. Persaudaraan tersebut akan melahirkan sebuah harmoni sosial,
di mana satu manusia dengan manusia yang lain bahu membahu - bantu membantu untuk
mencapai kebaikan yang dapat dirasakan bersama-sama. KH. Ahmad Siddiq sebagai
salah satu tokoh NU, memperkenalkan tiga konsep persaudaraan atau ukhuwah yang
harus kita jaga serta perjuangkan sebagai seorang muslim, yaitu ukhuwah
islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah.[1]
Ukhuwah
islamiyah merupakan suatu persaudaraan antar sesama pemeluk agama islam, di
mana pun. Persaudaraan ini harus kita jaga agar umat islam tidak mudah diadu
domba hingga akhirnya dapat dengan mudah terpecah belah. Terkait perbedaan
aliran, itu hal lain lagi. Sebab, dalam praktik ritual kita boleh berbeda, tapi
outputnya sama beribadah untuk memenuhi perintah dan larangan Allah SWT.
Ukhuwah
wathaniyah merupakan persaudaraan yang didasarkan pada rasa kebangsaaan dan
rasa cinta terhadap tanah air. Konsep ini menjadi dasar bagi masyarakat
indonesia untuk menjalin persaudaraan yang erat, meskipun terdapat berbagai
macam perbedaan. Melalui ukhuwah wathaniyah ini, harmoni sosial seluruh masyarakat
indonesia tidak akan terbatas oleh suku, agama, maupun budaya.
Ukhuwah
Basyariah atau biasa juga disebut insaniyah merupakan persaudaraan
yang konteksnya lebih luas, yaitu membicarakan masalah kemanusiaan.
Persaudaraan ini dibangun dengan melepaskan semua atribut sosial, dan hanya
menyisakan kemanusiaan. Siapapun itu, adalah saudara kita atas dasar
kemanusiaan. Sehingga dengan adanya ukhuwah basyariyah ini, antar sesama
manusia bisa saling memanusiakan satu sama lain. Hal tersebut sejalan dengan
ungkapan Ali Bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa, jika dia bukan saudaramu
dalam iman, maka dia saudaramu dalam kemanusiaan.
Ketiga
konsep persaudaraan di atas harus diinternalisasi oleh masyarakat, sehingga
harmoni sosial dapat terwujud dan terjaga. Islam sangat menganjurkan umatnya
untuk memupuk persaudaraan dan solidaritas antara sesamanya. Jangan sampai umat
islam memiliki sikap yang hanya mementingkan diri sendiri, dan jauh dari
kebermanfaatan terhadap sesama. Bukankah kita semua sudah mengetahui, bahwa sebaik-baiknya
manusia ialah manusia yang bermanfaat?
Allah
SWT., menciptakan perbedaan baik itu secara vertikal (stratifikasi sosial) maupun
secara horizontal (diferensiasi sosial), tidak lain supaya terciptanya
hubungan sosial yang baik. Berbicara stratifikasi sosial, dalam masyarakat
dapat kita jumpai berbagai perbedaan yang sifatnya hierarkis atau vertikal. Seperti
adanya kelas atas, kelas menengah, bahkan kelas bawah. Kelas-kelas tersebut
nyata adanya, entah itu diukur berdasarkan keilmuan, pengaruh, maupun harta
kekayaan.
Allah SWT., berfirman dalam QS. Az-Zukhruf
ayat 32 yang artinya;
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah
yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih
baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
(QS. Az-Zukhruf: 32).
Kemudian
berbicara diferensiasi sosial, dalam masyarakat dapat kita temukan berbagai
perbedaan yang justru sifatnya horizontal atau sama rata. Seperti misalnya
perbedaan suku bangsa, ras, maupun kelompok sosial.
Allah SWT., berfirman dalam QS. Al-Hujarat: 13 yang
artinya;
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS. Al-Hujurat: 13).
Dari
kedua keterangan di atas, lagi-lagi islam membicarakan masalah perilaku sosial.
Perbedaan bukan untuk saling menutup diri, tetapi saling mengenal dan memberi
kebermanfaatan terhadap sesama. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang
artinya;
“Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan
bagi seseorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baiknya manusia adalah
orang yang paling bermanfaat bagi manusia.”
(HR. Thabrani dan Daruquthni).
Berdasarkan
sedikit penjelasan di atas, kita dapat mengambil pelajaran bahwa islam tidak
hanya menekankan pada ibadah ritual saja, melainkan pada aspek sosial pula.
Sebagai seorang muslim yang memegang ajarannya, tentu kita harus belajar
bagaimana menyimbangkan antara hubungan dengan Tuhan (habluminallah) dan
hubungan terhadap sesama (habluminannas). Meminjam ungkapan Gus Mus,
kita sebagai seorang muslim harus bisa sholeh secara ritual dan sholeh secara
sosial. Wallahu’alam.
[1] http://muslimatnu.or.id/bincangtoleransi/mengenalkan-trilogi-ukhuwah/# diakses pada tanggal 10 April 2023,
(11.38).
Sebuah tulisan yang sarat dengan ilmu...👍👍
BalasHapusHatur nuhun Bu apresiasina 🙏🙏
Hapus