Realitas Kehidupan Berkelompok

 

(https://www.google.com/search?q) 

            Seperti yang sudah kita ketahui secara umum, dan bahkan sering menjadi sebuah bahasan utama bahwa manusia merupakan makhluk sosial. Makhluk yang tidak dapat mencapai kesempurnaan tanpa melibatkan orang lain dalam hidupnya. Konon, setiap manusia memiliki dua hasrat atau kebutuhan pokok yang dibawa sejak lahir, yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain dan keinginan untuk menyatu dengan lingkungan alam di sekelilingnya. Benarkah demikian? Hal ini bisa kita temukan jawabannya dengan melihat realitas kehidupan. Dalam hidup, setiap individu selalu berusaha untuk membentuk kebersamaan dengan individu yang lainnya. Mereka saling mengorganisasikan diri sehingga terbentuk apa yang dinamakan dengan kelompok sosial.

            Berbicara masalah kelompok sosial, dalam kehidupan kita bisa melihat adanya berbagai macam kelompok yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Salah satu penyebabnya tentu karena di samping sebagai makhluk sosial, manusia merupakan makhluk individual. Artinya, manusia yang satu dengan manusia yang lain memiliki berbagai macam perbedaan. Ciri fisik, kepribadian, kehendak, ide dan bahkan gagasan pun berbeda. Sehingga masing-masing individu ini membentuk sebuah keberagaman dalam realitas kehidupan.

            Dalam kelompok sosial, terdapat sejumlah individu yang hidup secara bersama dikarenakan adanya kesamaan atau faktor pengikat di antara mereka, baik itu kepentingan, tujuan, kehendak, gagasan, maupun hal yang lainnya. Berbagai kelompok sosial yang hadir, turut mewarnai sebuah kehidupan. Mereka yang berbeda menjadi warna, dan mereka yang mampu bersama di atas perbedaan tentu menjadi sebuah kekuatan yang akan mampu menyelesaikan berbagai macam persoalan.

            Akan tetapi, hal yang disayangkan ketika membicarakan sebuah kelompok sosial adalah adanya sebuah pengkotak-kotakkan antara satu dengan yang lainnya. Tidak jarang, kelompok yang satu sangat sulit untuk berbaur dengan kelompok yang lain. Etnosentrisme menjadi salah satu penyebab hal tersebut bisa terjadi. Menganggap kelompoknya yang paling baik dan paling tinggi, sehingga cenderung ekslusif terhadap kelompok yang lain.

            Di samping etnosentrisme, kecenderungan partikularisme kelompok pun sangat tinggi. Partikularisme sendiri merupakan paham yang cenderung memunculkan suatu sikap di mana sebuah anggota atau sebuah kelompok hanya mementingkan dirinya atau bahkan kelomponya sendiri di bandingkan kepentingan umum atau publik. Berkaitan dengan hal ini, cukup banyak fenomena di mana setiap kelompok hanya memikirkan kelompoknya sendiri, atau dalam bahasa sederhananya merupakan sebuah keberpihakan.

            Tidak jarang, dengan alasan kesamaan warna sebagian orang mendapatkan perlakuan secara baik dibanding sebagiannya lagi yang memiliki warna berbeda. Mereka yang satu bendera dengan kelompok yang memiliki -atau dekat dengan- kekuasaan cenderung mendapat kemudahan dalam mencapai berbagai akses kehidupan, sementara yang lain tidak demikian. Contoh lain misalnya, seorang Pemimpin yang berasal dari masyarakat atau kelompok A, tidak jarang kebijakan-kebijakan yang diambil cenderung mementingkan dan mengedepankan masyarakat atau kelompoknya. Kasus seperti ini tidak akan sulit untuk kita jumpai dalam kehidupan, bahkan bisa jadi kasus tersebut sampai kepada level penguasa dalam sebuah Negara. Artinya, ada beberapa orang yang dimudahkan karena merupakan kolega, ada juga sebagian orang yang cenderung dipersulit karena hanya anggota masyarakat biasa.

            Terlepas dari hal tersebut, memahami realitas kehidupan berkelompok ternyata cukup banyak sekali sisi negatif di samping sisi positif yang dapat kita gali. Perlu kita akui, bahwa kenyataan ini merupakan kenyataan pahit dalam realitas kehidupan berkelompok. Mereka yang masih kental dengan etnosentrisme maupun partikularisme tidak mampu mengedepankan prinsip kesetaraan, kemanusiaan, etika, bahkan moral dalam menjalani kehidupannya. Sementara prinsip kesetaraan ini merupakan aspek paling penting, apalagi menyadari Negara kita merupakan Negara dengan tingkat kemajemukan yang tinggi. Celaka jika setiap kelompok atau setiap masyarakat hanya mementingkan golongannya sendiri, tidak dapat berpegang teguh pada prinsip kesetaraan, kemanusiaan, bahkan etika dan moral. Perlu kita sadari, bahwa perbedaan merupakan sebuah kepastian, sementara berdiri di atas perbedaan dengan prinsip kesetaraan merupakan sebuah keharusan.

            Kesetaraan, kemanusiaan, bahkan etika dan moral ini harus menjadi landasan hidup yang benar-benar menjadi penopang kita berdiri. Segala sesuatu yang kita praktikan dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah terlepas dari hal tersebut. Dengan kesetaraan dan kemanusiaan, keberlangsungan sebuah kehidupan akan tetap berjalan dengan baik. Dalam Al-Quran Allah berfirman; “Kami menjadikan kamu dari sebagian laki-laki dan sebagian perempuan, dan menciptakan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal mengenal”. Tersirat sebuah pesan bahwa keberagaman ialah suatu hal yang kodrati. Akan tetapi, meskipun terdapat perbedaan kita harus tetap menjunjug persatuan dan kesatuan dengan keharusan saling mengenal, memahami, serta menghormati satu sama lain.

 

“Sebagai manusia, kemanusiaan ialah hal terpenting yang patut dimiliki”

 

 

 

 

 

 

 

Reff:

Kun Maryati & Juju Suryawati. Sosiologi untuk SMA/MA

https://dosensosiologi.com di akses pada tanggal 21 November 2021 (13.50)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan Sampai Kesaktian Menjadi Kesakitan

Kampung Pulo; Enam Rumah dalam Satu Pulau

Islam dan Perilaku Sosial