Tanamkan Toleransi Melalui Ngopi

 


(https://www.google.com/search?q)

                Dalam masyarakat yang memiliki beranekaragam budaya dan agama, tak jarang ditemuinya pertentangan akibat dari perbedaan-perbedaan yang ada. Salah satunya konflik keagamaan. Perbedaan dalam penafsiran mengenai ajaran yang mereka yakini kadang menjadi penyebab dalam perpecahan, seolah-olah dia benar –tanpa menyadari bahwa yang mereka (selain dia) tafsirkan juga menurut dirinya benar- sehingga berusaha menyalahkan bahkan menyingkirkan pemikiran lain selain pemikirannya, mereka cenderung menuhankan pemikirannya tentang Tuhan. Beberapa waktu kebelakang muncul gerakan-gerakan radikalisme-terorisme yang berujung pada tindakan atau usaha sekelompok orang untuk menghancurkan kelompok lainnya. Selain itu, adanya paham ekslusivisme di tiap-tiap kelompok juga menambah penyebab terjadinya perpecahan ini.

            Secara sosiologis, paham tersebut merupakan suatu paham yang dapat memunculkan perselisihan satu sama lain. Tentunya sikap dari paham ini bagaimanapun caranya harus diminimalkan atau dihilangkan, mengingat di indonesia sendiri terdapat banyak kelompok sosial keagamaan. Betapa indahnya jika setiap kelompok mampu untuk saling bertoleransi, bekerja sama –terlepas dari perbedaan budaya masing-masing kelompoknya. Bukan malah ‘saling cakar berebut benar-saling sikut berebut pengikut’. Hal tersebut semakin mengkhawatirkan ketika kemajuan teknologi informasi semakin pesat, di mana media sosial dewasa ini sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat yang tentu tak dapat terelakan lagi. Potensi perpecahan dan disintegritas semakin tajam.

            Akibat dari kemajuan teknologi informasi hari ini, semakin memudahkan individu untuk membagi serta menerima berbagai informasi. Banyak sekali berita yang sumbernya tidak jelas (Hoaks), yang tak jarang menyebabkan perpecahan dalam suatu masyarakat. Dalam realitasnya, bangsa ini mengalami cultural lag atau suatu ketertinggalan budaya, karena faktanya masih banyak hal-hal yang tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Iptek dengan segala kemudahannya akan meningkatkan produktivitas serta kualitas masyarakat, tapi justru mengakibatkan kemunduruan ketika individu atau masyarakat yang tidak bertanggung jawab menggunakannya tanpa kebijaksanaan. Masyarakat mudah percaya terhadap berbagai informasi yang diberikan tanpa mampu menelaah terlebih dahulu apakah berita itu asli atau palsu, apakah sumbernya terpercaya atau tidak. Sehingga tak jarang akibat informasi yang beredar berujung pada pertentangan/konflik sosial. Pada umumnya, masyarakat harus diberi pemahaman kembali agar tidak mudah percaya terhadap berbagai informasi yang muncul, tetapi harus melakukan penelaahan terlebih dahulu. Jangan sampai kita mudah di adu domba dan jalan pertama dari segala permasalahan itu ialah permusuhan atau pertikaian.

            Terlepas dari faktanya di lapangan, pemerintah sendiri telah berupaya untuk meminimalisir terjadinya perpecahan di antara kalangan umat beragama dengan dibentuknya FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama). Forum ini bisa dijadikan sebagai acuan guna kita menjaga hubungan di antara perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat, sehingga integritas serta stabilitas sosial dapat kita pertahankan. Selain itu, konstitusi Negara indonesiapun sudah mengatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai kebebasan setiap warga negaranya untuk memeluk dan beribadat sesuai ajaran agamanya masing-masing. Artinya, Negara sudah menjamin bahwa setiap individu bebas dan berhak menentukan keyakinannya masing-masing, tanpa ada paksaan untuk mengikuti suatu ajaran tertentu. Satu pernyataan dari Gus Dur yang saya ingat ialah “Agama jangan jauh dari kemanusiaan”, kalimat ini sering dijadikan spirit untuk memperjuangkan nilai-nilai kebersamaan, apalagi mengingat kondisi bangsa indonesia yang majemuk dan plural. Karena pada akhirnya, islam menuntun kita untuk melakukan hal-hal yang terpuji baik yang berhubungan dengan Tuhan, sesama manusia maupun alam. Dalam Al-Quranpun dijelaskan bahwa Tuhan menciptakan manusia dari berbagai ras, golongan dan menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal satu sama lain. Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk tetap berbuat baik kepada siapapun tanpa terkecuali. Tentu dalam hal ini sikap toleransi atau saling menghargai dan saling memaafkan perlu kita bangun serta tanamkan bersama-sama sesuai apa yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kita.

            Pada dasarnya, kita perlu sama-sama berlajar dari sosok Gus Dur. Bagaimana Gus Dur memperjuangkan agar kerukunan umat manusia dapat terwujud, sehingga dijuluki bapak Perdamaian/Toleransi. Mungkin benar bahwa hari ini ketika banyak terjadinya perselisihan atau konflik ditengah perbedaan masyarakat, sosok Gus Durlah yang dibutuhkan dengan pesan-pesan damai dan toleransinya. Jangan sampai gara-gara perbedaan cara dalam praktik keagamaan menimbulkan ragam perpecahan. Islam sejatinya harus mampu memberi keselamatan bagi seluruh alam, tanpa terkecuali. Bukan malah menindak setiap individu atau golongan yang berbeda dengan golongannya, dan dengan mudah mencapnya sebagai Kafir yang terkesan mengambil otoritas Tuhan. Kita semua harus menyadari bahwa tujuan dari berbagai perilaku keagamaan adalah sama dan satu, yaitu menuju Tuhan, hanya saja berbeda dalam praktiknya.

            Jika kita lihat dalam fenomena masyarakat, nampaknya tidak sedikit perselisihan yang diakibatkan oleh salah paham antara dua individu, dua kelompok ataupun lebih. Masyarakat baik itu ulama atau bukan, harus lebih sering Ngopi (Ngobrol Perihal Iman, Ngobrol perihal Islam, Ngobrol perihal Ihsan, Ngobrol perihal Indonesia). Di samping guna mempererat silaturahmi, di sisi lain yaitu untuk saling memberikan pelajaran atau sharing mengenai keislaman, keimanan serta keindonesiaan. Seperti apakah islam itu, bagaimana perilaku yang patut kita laksanakan menurut ajaran islam dan tentunya demi mencapai Negara yang diridhoi oleh Allah, bukan untuk mencari pembenaran masing-masing tetapi untuk mencapai kebenaran yang berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Masyarakat perlu diberi edukasi kembali terkait dengan perilaku toleransi, agar mampu hidup dalam perbedaan, agar mampu memahami bahwa persatuan dan kesatuan merupakan syarat mutlak untuk majunya sebuah bangsa, bukan malah saling menjatuhkan satu sama lain. Ketika bangsa yang lain sedang menciptakan suatu terobosan, indonesia masih saling sikut -bergelut dalam perbedaan keyakinan yang pada ujungnya terjadi sesuatu yang mengarah kepada disintegrasi bangsa. Tanpa adanya ajaran toleransi dan kemanusiaan, masyarakat indonesia akan sulit hidup rukun dan berdampingan menyadari di indonesia sendiri terdapat berbagai macam suku, agama dan budaya.

            Gusdur seringkali memberikan ajaran-ajaran tentang toleransi, karena bagi beliau persatuan lebih penting. Dapat kita lihat dalam sejarah kepemimpinannya, ia berusaha -jangankan sesama muslim- antar golongan agamapun harus hidup rukun dan berdampingan. “Tuhan tidak perlu dibela, belalah mereka yang diperlakukan tidak adil”, sedikit nyeleneh tapi di sisi lain pernyataan Gusdur mungkin sebagai penyangkalan terhadap perilaku-perilaku umat beragama yang mengatasnamakan Tuhan namun menghancurkan makhluk Tuhan. Gusdur mengajak kita untuk sama-sama maningkatkan cinta kasih kemanusiaan karena toh banyak sekali permasalahan mendasar dalam masyarakat yang memerlukan bantuan kita seperti kemiskinan, kelaparan disamping mempersoalkan berbagai macam identitas dan perbedaan kelompok. Maka perlu kiranya kita mempertahankan apa yang diajarkan oleh beliau, ketika di tengah masyarakat global ini yang lambat laun mulai mengikis nilai-nilai kebersamaan serta nilai-nilai gotong royong. Pada akhirnya, kita memang butuh islam yang ramah. Islam yang tidak hanya memenuhi kewajibannya untuk beribadah kepada Tuhan, tetapi juga mampu memenuhi kewajibannya untuk menjaga hubungannya dengan sesama.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan Sampai Kesaktian Menjadi Kesakitan

Kampung Pulo; Enam Rumah dalam Satu Pulau

Islam dan Perilaku Sosial