Tanamkan Toleransi Melalui Ngopi
Dalam masyarakat yang memiliki beranekaragam budaya dan agama, tak
jarang ditemuinya pertentangan akibat dari perbedaan-perbedaan yang ada. Salah satunya
konflik keagamaan. Perbedaan dalam penafsiran mengenai ajaran yang mereka
yakini kadang menjadi penyebab dalam perpecahan, seolah-olah dia benar –tanpa
menyadari bahwa yang mereka (selain dia) tafsirkan juga menurut dirinya benar-
sehingga berusaha menyalahkan bahkan menyingkirkan pemikiran lain selain
pemikirannya, mereka cenderung menuhankan pemikirannya tentang Tuhan. Beberapa
waktu kebelakang muncul gerakan-gerakan radikalisme-terorisme yang
berujung pada tindakan atau usaha sekelompok orang untuk menghancurkan kelompok
lainnya. Selain itu, adanya paham ekslusivisme di tiap-tiap kelompok juga
menambah penyebab terjadinya perpecahan ini.
Secara sosiologis,
paham tersebut merupakan suatu paham yang dapat memunculkan perselisihan satu
sama lain. Tentunya sikap dari paham ini bagaimanapun caranya harus
diminimalkan atau dihilangkan, mengingat di indonesia sendiri terdapat banyak
kelompok sosial keagamaan. Betapa indahnya jika setiap kelompok mampu untuk
saling bertoleransi, bekerja sama –terlepas dari perbedaan budaya masing-masing
kelompoknya. Bukan malah ‘saling cakar berebut benar-saling sikut berebut
pengikut’. Hal tersebut semakin mengkhawatirkan ketika kemajuan teknologi
informasi semakin pesat, di mana media sosial dewasa ini sudah menjadi bagian
penting dalam kehidupan masyarakat yang tentu tak dapat terelakan lagi. Potensi
perpecahan dan disintegritas semakin tajam.
Akibat dari
kemajuan teknologi informasi hari ini, semakin memudahkan individu untuk
membagi serta menerima berbagai informasi. Banyak sekali berita yang sumbernya
tidak jelas (Hoaks), yang tak jarang menyebabkan perpecahan dalam suatu
masyarakat. Dalam realitasnya, bangsa ini mengalami cultural lag atau
suatu ketertinggalan budaya, karena faktanya masih banyak hal-hal yang tidak
dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Iptek dengan segala kemudahannya akan
meningkatkan produktivitas serta kualitas masyarakat, tapi justru mengakibatkan
kemunduruan ketika individu atau masyarakat yang tidak bertanggung jawab
menggunakannya tanpa kebijaksanaan. Masyarakat mudah percaya terhadap berbagai
informasi yang diberikan tanpa mampu menelaah terlebih dahulu apakah berita itu
asli atau palsu, apakah sumbernya terpercaya atau tidak. Sehingga tak jarang
akibat informasi yang beredar berujung pada pertentangan/konflik sosial. Pada
umumnya, masyarakat harus diberi pemahaman kembali agar tidak mudah percaya
terhadap berbagai informasi yang muncul, tetapi harus melakukan penelaahan
terlebih dahulu. Jangan sampai kita mudah di adu domba dan jalan pertama dari
segala permasalahan itu ialah permusuhan atau pertikaian.
Terlepas dari
faktanya di lapangan, pemerintah sendiri telah berupaya untuk meminimalisir
terjadinya perpecahan di antara kalangan umat beragama dengan dibentuknya FKUB (Forum
Kerukunan Umat Beragama). Forum ini bisa dijadikan sebagai acuan guna kita
menjaga hubungan di antara perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat,
sehingga integritas serta stabilitas sosial dapat kita pertahankan. Selain itu,
konstitusi Negara indonesiapun sudah mengatur dalam peraturan
perundang-undangan mengenai kebebasan setiap warga negaranya untuk memeluk dan
beribadat sesuai ajaran agamanya masing-masing. Artinya, Negara sudah menjamin
bahwa setiap individu bebas dan berhak menentukan keyakinannya masing-masing, tanpa
ada paksaan untuk mengikuti suatu ajaran tertentu. Satu pernyataan dari Gus Dur
yang saya ingat ialah “Agama jangan jauh dari kemanusiaan”, kalimat ini
sering dijadikan spirit untuk memperjuangkan nilai-nilai kebersamaan, apalagi
mengingat kondisi bangsa indonesia yang majemuk dan plural. Karena pada
akhirnya, islam menuntun kita untuk melakukan hal-hal yang terpuji baik yang
berhubungan dengan Tuhan, sesama manusia maupun alam. Dalam Al-Quranpun
dijelaskan bahwa Tuhan menciptakan manusia dari berbagai ras, golongan dan
menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal
satu sama lain. Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk tetap berbuat baik
kepada siapapun tanpa terkecuali. Tentu dalam hal ini sikap toleransi atau
saling menghargai dan saling memaafkan perlu kita bangun serta tanamkan
bersama-sama sesuai apa yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kita.
Pada dasarnya,
kita perlu sama-sama berlajar dari sosok Gus Dur. Bagaimana Gus Dur
memperjuangkan agar kerukunan umat manusia dapat terwujud, sehingga dijuluki
bapak Perdamaian/Toleransi. Mungkin benar bahwa hari ini ketika banyak
terjadinya perselisihan atau konflik ditengah perbedaan masyarakat, sosok Gus
Durlah yang dibutuhkan dengan pesan-pesan damai dan toleransinya. Jangan sampai
gara-gara perbedaan cara dalam praktik keagamaan menimbulkan ragam perpecahan.
Islam sejatinya harus mampu memberi keselamatan bagi seluruh alam, tanpa
terkecuali. Bukan malah menindak setiap individu atau golongan yang berbeda
dengan golongannya, dan dengan mudah mencapnya sebagai Kafir yang terkesan
mengambil otoritas Tuhan. Kita semua harus menyadari bahwa tujuan dari berbagai
perilaku keagamaan adalah sama dan satu, yaitu menuju Tuhan, hanya saja berbeda
dalam praktiknya.
Jika kita lihat
dalam fenomena masyarakat, nampaknya tidak sedikit perselisihan yang
diakibatkan oleh salah paham antara dua individu, dua kelompok ataupun lebih.
Masyarakat baik itu ulama atau bukan, harus lebih sering Ngopi (Ngobrol
Perihal Iman, Ngobrol perihal Islam, Ngobrol perihal Ihsan, Ngobrol perihal Indonesia).
Di samping guna mempererat silaturahmi, di sisi lain yaitu untuk saling
memberikan pelajaran atau sharing mengenai keislaman, keimanan serta
keindonesiaan. Seperti apakah islam itu, bagaimana perilaku yang patut kita
laksanakan menurut ajaran islam dan tentunya demi mencapai Negara yang diridhoi
oleh Allah, bukan untuk mencari pembenaran masing-masing tetapi untuk mencapai
kebenaran yang berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Masyarakat perlu diberi
edukasi kembali terkait dengan perilaku toleransi, agar mampu hidup dalam
perbedaan, agar mampu memahami bahwa persatuan dan kesatuan merupakan syarat
mutlak untuk majunya sebuah bangsa, bukan malah saling menjatuhkan satu sama
lain. Ketika bangsa yang lain sedang menciptakan suatu terobosan, indonesia
masih saling sikut -bergelut dalam perbedaan keyakinan yang pada ujungnya
terjadi sesuatu yang mengarah kepada disintegrasi bangsa. Tanpa adanya ajaran
toleransi dan kemanusiaan, masyarakat indonesia akan sulit hidup rukun dan
berdampingan menyadari di indonesia sendiri terdapat berbagai macam suku, agama
dan budaya.
Gusdur seringkali
memberikan ajaran-ajaran tentang toleransi, karena bagi beliau persatuan lebih
penting. Dapat kita lihat dalam sejarah kepemimpinannya, ia berusaha -jangankan
sesama muslim- antar golongan agamapun harus hidup rukun dan berdampingan. “Tuhan
tidak perlu dibela, belalah mereka yang diperlakukan tidak adil”, sedikit
nyeleneh tapi di sisi lain pernyataan Gusdur mungkin sebagai penyangkalan
terhadap perilaku-perilaku umat beragama yang mengatasnamakan Tuhan namun
menghancurkan makhluk Tuhan. Gusdur mengajak kita untuk sama-sama maningkatkan
cinta kasih kemanusiaan karena toh banyak sekali permasalahan mendasar dalam
masyarakat yang memerlukan bantuan kita seperti kemiskinan, kelaparan disamping
mempersoalkan berbagai macam identitas dan perbedaan kelompok. Maka perlu
kiranya kita mempertahankan apa yang diajarkan oleh beliau, ketika di tengah
masyarakat global ini yang lambat laun mulai mengikis nilai-nilai kebersamaan
serta nilai-nilai gotong royong. Pada akhirnya, kita memang butuh islam yang
ramah. Islam yang tidak hanya memenuhi kewajibannya untuk beribadah kepada
Tuhan, tetapi juga mampu memenuhi kewajibannya untuk menjaga hubungannya dengan
sesama.
Komentar
Posting Komentar