Badai Pasti Berlalu; Pandemik Covid-19
Badai Pasti Berlalu; Pandemik Covid-19
(Foto: https://www.google.com/url?)
Beberapa waktu yang lalu, Indonesia
menghadapi masalah dengan Negara China yaitu perihal perairan indonesia yang
diakui oleh China, padahal wilayah tersebut masuk kedalam ZEE (Zona Ekonomi
Ekslusif) indonesia di kepulawan Natuna, Indonesia. Berbagai upaya telah
pemerintah laksanakan, untuk setidaknya memberikan respon atas tindakan dari
Negara China tersebut. Kemudian pada awal tahun 2020 setelah kasus tersebut
dianggap telah selesai, dalam waktu yang cukup dekat Indonesia kembali
menghadapi masalah besar dengan di informasikan adanya wabah penyakit yang
berasal dari China berhasil masuk ke Negara indonesia. Wabah tersebut kemudian
banyak dikenal dengan nama Corona Virus Disease-2019 (Covid-19). Virus
ini disinyalir berawal dari Negara China yang menjadi pusat penyebarannya yaitu
di Wuhan, China. Lagi-lagi indonesia mengalami masalah cukup besar, yang
kemudian lucunya tidak lepas dari Negara China seperti pada kasus sebelumnya.
Pada 12 Maret lalu, WHO (World Health Organization) menetapkan status
wabah ini menjadi pandemik dikarenakan telah menjadi masalah global dengan pola
penyebaran yang sangat cepat ke berbagai Negara hampir di seluruh belahan dunia,
tidak terkecuali di Amerika Serikat sendiri yang meski dijuluki Negara adikuasa.
Di indonesia sendiri, virus ini telah
menyebar ke berbagai daerah. Sebagaimana di informasikan tirto.id[1],
kementrian kesehatan mengungkapkan bahwa penyebaran virus corona di Indonesia
telah meluas dibeberapa provinsi, diantaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara
dan Kepulauan Riau. Hal tesebut menandakan pola penyebaran virus corona ini
sangatlah cepat, entah itu lewat udara ataupun lewat interaksi antar orang-perorang.
Kemudian data dari inversor daily bahwa corona di indonesia berdasarkan data
terakhir pada hari Minggu, 22 Maret 2020 terhitung kasus yang terinfeksi
berjumlah 514 yang diantaranya 48 meninggal dan 29 orang sembuh.[2]
Akibat dari adanya virus ini, masyarakat sangat terbebani secara psikis yang
tentunya juga berdampak pada aspek sosiologis. Bagaimana tidak, dewasa ini
media merupakan bagian integral dari masyarakat, sehingga semua informasi yang
termuat dalam berita akan berdampak pula pada masyarakat. Maka jelas, jika
berita-berita yang diinformasikan merupakan berita sakit maka akan berdampak
sakit pula kepada masyarakat. Setiap hari masyarakat disuguhkan dengan
berita-berita yang mengkhawatirkan yang entah benar atau tidak sebagai efek
dari terjangkitnya virus corona ini. Derasnya arus media, alih-alih
menginformasikan tetapi justru membuat panik dan down masyarakat dan
secara sengaja ataupun tidak semakin menghanyutkan masyarakat pada kekhawatiran
akut, di sisi lain dengan mudahnya media menghegemoni masyarakat dengan hastag
yang kita kenal #dirumahaja. Hal tersebut secara sosiologis berakibat pada
perubahan prilaku. Salah satu contoh, seperti adanya kecemasan masyarakat
ketika melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya, sehingga adanya
pembatasan dalam berinteraksi, yang justru ini sangat bertolak belakang bagi
hakikat manusia sebagai makhluk sosial.
Lepas dari efek sosiologis, lebih
mengerikannya lagi ketika masyarakat di berbagai belahan dunia dan masyarakat indonesia
mengalami kecemasan serta sebagian besar dikatakan telah terjangkit virus
tersebut, ada saja berbagai masyarakat yang mengambil keuntungan dari kejadian
ini. Seperti contohnya, banyak masyarakat menimbun masker yang konon dapat
digunakan sebagai pelindung dari virus ini. Akibatnya terjadi kelangkaan,
ketika tersediapun masker tersebut dibandrol dengan harga yang cukup tinggi
disbanding harga normalnya. Hal ini menandakan Gotong Royong sebagai warisan
ideologis pancasila pada masyarakat kita jauh dari kata ideal, karena masih
banyak masyarakat yang mementingkan diri sendiri dibalik kepedulian terhadap
sesama. Dari hal ini dapat dibuktikan bahwa virus kapitalisme memang lebih
berbahaya dan lebih awal mendarah daging pada masyarakat kita.
Tetapi bagaimanapun itu, pemeritah
telah memberikan respon atas tindakan tersebut dan kemudian akan memberikan
sanksi bagi masyarakat yang menimbun berbagai kebutuhan tersebut. Di samping
itu, pemerintah juga berupaya untuk meminimalisir pola penyebaran covid-19 ini
dengan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mengatur masyarakat dari mulai akan
diadakannya tes massal, penyemprotan area yang sering dikerumuni orang sampai
diadakannya kebijakan lockdown. Hal ini bisa dikatakan sangat efektif
karena berbagai kegiatan yang biasanya dilakukan oleh masyarakat diperintahkan
untuk diminimalisir, seperti bekerja, berpergian, berkumpul, berinteraksi dan
lain sebagainya. Berkaitan dengan kebijakan lockdown ini, bukan saja
aspek sosial yang menjadi persoalan akan tetapi aspek ekonomi sekalipun karena
berbagai pekerjaan yang biasanya dilakukan di kantor atau di luar rumah di
sarankan untuk dikerjakan di dalam rumah. Kebijakan ini dilakukan mencontoh
dari China sendiri yang berhasil memutus mata rantai penyebaran covid-19.
Tetapi di indonesia kebijakan ini nampaknya telah menjadi perdebatan ulang,
karena kebanyakan masyarakat menilai bahwa pemerintah hanya melihat pekerjaan
kantoran saja atau katakanlah pekerjaan yang cenderung tidak berat. Lalu
pertanyaannya bagaimana dengan masyarakat yang menggantungkan hidupnya
dijalanan atau menggantungkan pada usaha kecil? Dengan kebijakan itu mereka
sangat sulit mengerjakan pekerjaannya dirumah, kalaupun di rumah berarti telah berhentinya
bekerja. Benar pula bahwa wabah penyakit tidak memandang kelas sosial, akan
tetapi stigma dan kebijakanlah yang justru terkesan berpihak pada kelas.
Seperti yang diungkapkan oleh Aa Sujana salah
satu pekerja buruh harian lepas, penulis menanyakan bagaimana tanggapannya
terhadap kebijakan bahwa pekerjaan harus dilakukan dirumah. Ia hanya
mengungkapkan bolehlah pemerintah memberlakukan kebijakan tersebut guna memutus
mata rantai penyebaran covid-19, akan tetapi pemerintah harus mengingat bahwa “..makan
tidak bisa berhenti”, ia menambahi. Artinya, bagi kalangan masyarakat ke
bawah yang notabenenya jadi pekerja buruh atau pekerja harian lepas sangat
memberatkan, karena bagaimana tidak, untuk makan dan menafkahi keluarga ia
hanya menggantungkannya dijalanan sehingga ketika tidak bekerja, maka tidak
akan mendapatkan gajih/uang. Ketika tidak mendapatkan uang, maka kemungkinan
besar mereka akan dengan terpaksa mogok makan. Hal inilah yang menjadi sebuah
kebingungan atau sebuah kedilematisan para pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah/Rezim
Jokowi. Alih-alih untuk melindungi masyarakat, namun disisi lain juga cenderung
ke arah menindas masyarakat khususnya kelas bawah.
Dari permasalahan ini, berbagai
aspek salah satunya sosial dan ekonomi menjadi sorotan yang serius. Seperti
adanya perubahan pola prilaku yang tadinya mayoritas masyarakat sering
berkerumun melakukan perbincangan sebagai makhluk sosial dengan masyarakat
lain, kini tidak diperbolehkan dengan mengintruksikan agar masyarakat
membatasinya dan hanya berdiam diri di rumah. Kemudian masalah perekonomian
yang juga perlu ditangani secara serius dari pendapatan masyarakat sampai
kondisi keuangan Negara, yang dipastikan setelah berlalunya pandemik covid-19
ini indonesia mengalami kemerosotan ekonomi yang luar biasa seperti
Negara-negara lain yang juga sama dihantam oleh virus tersebut.
Selain memberi pengaruh terhadap
berbagai aspek kehidupan, pandemik covid-19 ini juga menelurkan teori
Konspirasi yang mengatakan bahwa terdapat dalang dari mewabahnya virus corona
ini. Salah satunya diduga berat ini merupakan perang senjata biologi antara dua
kekuatan Negara besar (Amerika dan China, red.) yang sebelumnya dikatakan
sempat melakukan perang dagang. Tindakan ini merupakan ketakutan suatu Negara akan
adanya Negara lain yang dianggap mampu menyaingi perekonomiannya (masa depan
komunisme dan kehancuran kapitalisme). Menurut teori konspirasi lainnya, wabah
covid-19 ini merupakan program dari sekelompok konglomerat dunia guna membatasi
penduduk dan memporakporandakan perekonomian Negara, untuk nantinya mereka
dapat datang ketika hancur dan dianggap sebagai penyelamat. Tentunya dalam hal
ini bantuan mereka tidak akan gratis (no free launch), artinya mereka
akan membantu berbagai Negara untuk membalikan perekonomiannya tentu dengan
kesepakatan dua belah pihak atau kata lain dengan berlakunya embel-embel,
yang pada akhirnya akan menguntungkan bagi kelompok tersebut. Beberapa teori
konspirasi ini merupakan sebagian pandangan terhadap suatu permasalahan. Di
samping itu, secara Teologis beberapa keyakinan mungkin berpandangan bahwa
semua ini merupakan bentuk azab atau peringatan dari yang Maha Kuasa,
mengingatkan kita untuk semakin meningkatkan keimanan serta kembali ke jalan
yang di ridhoi oleh-Nya.
Bertolak dari semua itu, sebagai
manusia yang memiliki keyakinan tentunya sejak dulu kita haruslah meningkatkan
sistem iman sekaligus sistem imun kita agar bisa menjalani hidup dengan aman
serta bisa mengucap kata amin dari doa yang kita panjatkan untuk setiap langkah
kehidupan. Marilah kita sadari bersama untuk segera memperbaiki hubungan kita
baik dengan Tuhan, dengan sesama maupun hubungan dengan alam. Mari kita suguhi
masyarakat dengan berita-berita yang menyehatkan, yang dapat membuat masyarakat
tenang, yang dapat membuat masyarakat melakukan pola hidup sehat, dan juga yang
dapat membuat masyarakat meningkatkan keimanannya. Berdoa, berserah diri kepada
Allah SWT., semoga cobaan yang menimpa berbagai Negara dapat dengan cepat
terselesaikan karena badai pastilah berlalu. Aamiin.
Wallahua’lam ..jauhkanlah kami dari orang-orang yang Dzolim.
Komentar
Posting Komentar